Pemburu Tawa

Menyajikan dunia dalam kaca dengan semua lika-likunya

Pengampunan 10 August 2019

Filed under: Artikel,Christianity,Kesaksian,Life,Uncategorized — Priska Apriani @ 2:57 pm
Tags: , , , , ,

Siapa yang senang disakiti? Hayo ngaku! Gak ada satu pun manusia di bumi ini yang mau disakiti.

 

Baiklah, karena topik yang saya pilih kali ini adalah tentang pengampunan, saya akan mencoba menceritakan salah satu pengalaman saya tentang pengampunan.

 

Satu peristiwa berharga yang membekas yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup saya untuk mengajari saya bagaimana mengampuni dengan benar adalah ketika hubungan saya dengan pacar saya (pada waktu itu) berakhir.

 

Dia adalah laki-laki pertama yang saya pacari. Dia terlihat sempurna waktu itu di mata saya. Tampan (yes he is), pintar (nilai ujian nasionalnya adalah yang terbesar kedua di provinsi saya), multi-talented (bisa mainin alat musik bass, gitar, piano, drum), dan berkarisma (leader di ibadah youth waktu itu). Bukan saya saja yang menaruh hati padanya, ada banyak yang klepek-klepek saat dia melayani di mimbar gereja.

 

Kami memulai hubungan kami dengan cara yang salah. Back-street. Gaya pacaran sembunyi-sembunyi, karena waktu itu orang tua dia tidak setuju jika anak semata wayangnya pacaran dengan perempuan yang bukan keturunan Chinese. Saat itu, cinta saya begitu menggebu. Back-street pun tidak masalah bagi saya, asal bersama dia (ceileeeee…).

 

Saya juga merasa tidak masalah jika harus mengantar jemput dia sehabis ibadah gereja (karena dia tidak memiliki motor pribadi). Bahkan, saja juga pernah menjemput sehabis dia mengikuti salah satu lomba cukup bergengsi di kota saya. Well, harusnya dia yang menjemput saya, tapi cinta memang buta. Gak perduli siapa yang harus menjemput siapa, asal bersamamu… (hahahahaha).

 

Hubungan kami pun akhirnya tercium oleh orang tuanya (orang tua dan keluarga saya sudah lebih dulu tahu soal hubungan kami). Ending-nya, nyokap dia menitpkan pesan ke sepupu tertua saya dengan berapi-api (setelah pulang ibadah) agar saya menjauhi anaknya (udah kayak sinetron di tipi-tipi).

 

Hati saya nyut-nyutan gak karuan. Gimana enggak? Beliau sama sekali tidak menganggap saya waktu itu. Beliau pikir saya masih anak kecil, bau kencur, makanya beliau tidak mau ngomong langsung ke saya. Jujur, saya dibuat malu di depan sepupu saya. Semua keluarga saya ngomel-ngomel, marahi agar saya melepaskan dia. T____T
Awalnya, setelah tragedi itu dan semua orang tahu kalau kami pacaran, kami masih mempertahankan hubungan itu. Tapi, lama-kelamaan saya mulai uring-uringan karena merasa dia tidak mau berusaha memperjuangkan saya di depan orang tuanya. Dan akhirnya, hubungan manis itu pun berakhir dengan tengat waktu 9 bulan saja pemirsah.

 

Kali ini sakit hati saya lebih nyut-nyutan dari sebelumnya. Mengapa tidak? Saya diputusin hanya lewat SMS saja! Rasanya saya pengen garuk-garuk aspal waktu itu. Saya merasa dia sangat tidak gentlemen dalam hubungan ini. Wong bisa toh ngajak ketemuan, ngobrol baik-baik untuk putus, nah ini malah hanya lewat sms. Saya sampe nangis berhari-hari tiap inget masa-masa pacaran sama dia dan apa yang udah saya korbankan buat dia. Waktu itu saya sayang banget sama dia, berharap kita bisa jalanin semuanya serius sampe ke pernikahan. Mimpi ala-ala negeri dongeng itu pun hancur berkeping-keping. Saya hanya diwariskan luka besar yang menganga di hati saya.

 

Satu gereja akhirnya tahu kalau kami PUTUS. Tahunya dari mana? Dia jadi deket banget sama salah satu temen gereja saya (yang notabene nya lebih muda dari saya) melalui tutor keyboard yang dia berikan ke perempuan itu. Gak nyampe satu bulan sejak putus lho, dia langsung maneuver ke perempuan lain. Saya seperti ditikam dari belakang sama perempuan ini. Perih, Ndro! T___T

 

Rasa perih itu makin klimaks saat di gereja ada acara makan-makan kecil sehabis ibadah. Mantan saya mengambilkan beberapa makanan kecil buat perempuan itu di depan orang banyak. So romantic! Rasanya, dia tidak pernah melakukan hal itu untuk saya selama kami berpacaran. Teman-teman gereja sampe nge-cieeee-cieee-in mereka sambil menatap nanar wajah culun saya di pojokan. Kemana-mana mereka berduaaaaaaaa aja, udah kayak ember saya gayung, saling menunjukkan kasih mesra. Muka saya rasanya gak tahu mau dikemanain, “lebam” sama perbuatan mereka.

 

Nah, waktu kita putus, saya sudah kelas 3 SMA. Masa-masa lulus SMA adalah masa yang saya tunggu-tunggu. Pikiran saya mengatakan bahwa saya harus keluar secepatnya dari kota ini! HARUS! Malunya sudah gak ketolongan lagi, geramnya sudah sampai ke ubun-ubun, dan bencinya sudah berubah menjadi perasaan mengasihani diri sendiri. Saya benci sama dia dan keluarganya yang mempermalukan saya, tapi saya lebih benci diri saya yang tolol menyerahkan sepenuh hati saya ke dia.

 

Untungnya, 6 bulan berlalu juga, meski waktu seperti merangkak perlahan buat saya waktu itu. Lulus SMA saya lantas melanjutkan kuliah di Bandung, sedangkan sang mantan memilih hijrah bersama keluarganya ke Jakarta.

 

Sebelum saya lulus, saya sudah berusaha mengampuni dia dan keluarganya, lho. Saya yang dilahirkan dari keluarga Kristen sejak lahir, tahu sekali soal mengampuni. Sudah puluhan kali saya mendengar khotbah tentang hal mengampuni ini di gereja saya atau dari berbagai kesempatan KKR. Saya tahu teorinya dengan baik dan saya mencoba mentaatinya. Saya bahkan sudah pada tahap berdoa untuk dia dan keluarganya, melepaskan berkat buat mereka. Waktu itu, saya MERASA sudah memaafkan perbuatan dia dan keluarganya.

 

Dia sih masih sempat beberapa kali meng-sms saya, mungkin sekedar hanya untuk bertukar kabar (ceritanya sih masih basa-basi sama mantan yang tersakiti). Tapi, meskipun saya sudah MERASA mengampuni dia, entah kenapa setiap saya menerima sms dari dia, hati saya nyut-nyutan lagi. Imbasnya adalah reply sms saya ke dia selalu ketus dan gak enak isinya.

 

Imbas lainnya adalah, selama di dunia perkuliahan, setiap kali saya melihat laki-laki, saya selalu menilai mereka sama brengs*knya seperti sang mantan. Apakah saya gak pernah naksir kakak kelas? Oh jelas dong pernah, tapi ya sama saja, pada akhirnya hati saya selalu melabeli mereka dengan label yang sama yang saya berikan untuk sang mantan. Saya jadi apatis terhadap laki-laki. Hal itu saya lakoni selama kurang lebih 1 tahun terhitung sejak saya lulus.

 

Luka itu ternyata belum sembuh, tapi saya gak sadar. Pengampunan itu masih hanya dari mulut saya saja, tapi belum dari hati saya yang paling dalam. Saya masih stuck, mengubur diri saya sendiri sama peristiwa menyakitkan itu. Saya minder, saya merasa tidak dicintai, saya merasa tidak diinginkan, saya merasa tidak berharga. Saya malu dan saya merasa diabaikan. Perasaan-perasaan itu membatu di dalam sanubari saya selama setahun lebih dan saya tidak menyadarinya. Saya pikir saya sudah lepas dari masa lalu saya, lepas dari kegagalan saya. Saya salah besar!

 

Sampai suatu sore, sehabis kuliah, saya memutar radio dari HP saya. Di dalam kamar kosan yang sempit itu, saya mencari frekuensi radio Maestro kesukaan saya. Dari balik headset saya, saya bisa mendengar suara seorang pembicara perempuan yang sedang membahas tentang hal MENGAMPUNI dengan berapi-api.

 

Beliau menganalogikan rasa kepahitan dan kebencian yang ada dalam hati kita dengan sebuah perumpamaan yang menampar.

 

“Orang yang sakit hati terhadap seseorang itu seperti orang yang berharap musuhnya mati tapi dia sendirilah yang meminum racunnya. Seringkali waktu yang kita miliki kita habiskan untuk memikirkan orang yang menyakiti kita, berandai-andai ada hal buruk yang menimpa orang itu, sementara orang yang menyakiti kita itu tidak sedetikpun memikirkan kita. Kita sakit hati mengingat dia, tapi dia bisa saja sedang bersenang-senang tanpa memikirkan kita.”

 

Penggalan kalimat menohok itu sukses mengenai jantung saya. Priskaaaaaaaa, kamu sudah meminum racun buatanmu sendiri!!!!

 

Saya merasa bodoh sekali saat itu karena selama ini saya masih menyimpan dan membawa-bawa sampah masa lalu. Ketika saya belum pulih, saya hanya akan mewariskan luka-luka saya itu kepada pasangan saya selanjutnya.

 

Air mata saya lantas mengucur deras. Saya berteriak meminta pemulihan pada Bapa dengan bantal yang menutupi mulut saya (karena takut suaranya terdengar ke kamar sebelah). Mata rohani saya terbuka saat itu. TUHAN menginginkan saya sembuh. Dia ingin saya bisa mencintai diri saya sepenuhnya dan menganggap bahwa diri saya berharga.

 

Detik itu juga, orang pertama yang saya doakan adalah mantan saya itu dan keluarganya. I bless them in my prayer. Berkat dan hanya berkat yang keluar dari mulut saya. Berkat yang diiringi air mata dan hidung yang meler menahan haru.

 

Selesai saya berdoa, hati saya kemudian menjadi ringan sekali. LEGAAAAAAA. Tidak ada lagi pikiran negative. Semuanya hanyalah ucapan syukur karena TUHAN sudah mengajar saya sesuatu yang berharga melalui hubungan kami di masa lalu.

 

Saya manusia yang gagal dalam hubungan teman hidup, saya berdosa, saya pahit hati, gambar tentang diri saya rusak, tapi TUHAN mampu mengubah semuanya. Tidak ada yang terlalu sulit bagi TUHAN untuk bekerja dalam hidup saya, memulihkan, dan memberikan hati yang baru.

 

Dari mana saya tahu bahwa saya sudah pulih? Singkat cerita, saya dan mantan saya itu kemudian bertemu kembali di gereja (Jakarta). Waktu itu sepupu saya mengajak untuk mengikuti ibadah Natal di salah satu gereja di Jakarta. Saya tidak menyangka bahwa saat itu mantan sayalah yang menjadi pelayan mimbar di gereja tersebut.Kami pun saling menyapa. Mungkin jika dulu saya belum pulih, jangankan mau menyapa, tahu kalau dia pelayan mimbarnya saja sudah mampu membuat saya ingin keluar dari ibadah tersebut. You know what? Bahkan saya bertemu dengan mamanya dan BERTANYA KABAR sembari menyuguhkan SENYUM MANIS saya yang dibalut TANPA KEPALSUAN. Saya menyapa mereka tanpa sedikitpun merasa pahit terhadap apa yang pernah mereka lakukan dulu. Hangat, itulah perasaan saya pada mereka. Seolah-olah saya bertemu dengan teman lama saya. Hati saya dipenuhi belas kasihan.

 

Ingatan saya masih segar atas kenangan-kenangan perlakuan mereka terhadap saya, TAPI ITU SUNGGUH TIDAK BISA MEMPENGARUHI SUASANA HATI SAYA LAGI! Kenangan buruk itu TIDAK BERARTI APA-APA LAGI SEKARANG! Saya merdeka oleh karena Kristus sudah memerdekakan saya. Saya bebas dari rasa sakit hati. Saya bebas dari rasa rendah diri karena pengalaman di masa lalu itu. Ya, saya memang tidak bisa mengubah sejarah saya dengan mereka, tapi masa lalu itu tidak punya KUASA lagi untuk membentuk saya menjadi pribadi yang penuh dengan kebencian. I am a FREE MAN! Yeaaaahhhhhh!!!!

 

Puji TUHAN, sekarang saya memiliki suami yang sangaaaaaatttt penyabar. Bisa dibilang, dia adalah doa saya yang dikabulkan TUHAN. Dulu, ketika saya memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan abang saya, saya pernah meminta (bahkan sempat mencatatnya dalam buku diary saya) agar nanti suami saya haruslah orang yang lembut hatinya, tidak kasar, dan mencintai saya dengan sungguh. Saya berdoa agar calon suami berbeda sifatnya dengan abang saya DAN TUHAN MENJAWAB DOA SAYA! TUHAN memberikan teman pewaris yang sangat mengasihi saya, yang memperlakukan saya dengan manis. Saya sangat bersyukur kalau saya mendapatkan suami yang jauuuuhhhh lebih baik dari mantan saya dulu. TUHAN setia pada janji-Nya. Hal-hal kecil yang pernah saya selipkan dalam doa saya dulu ternyata Dia PERHATIKAN! Dia menganggap saya berharga.
TUHAN dapat mengubah tragedi, kegagalan, dan kemalangan dalam hidup kita menjadi kemenangan, kemerdekaan, kesaksian, dan berkat bagi banyak orang. Terpujilah TUHAN!

priska_ferdi
Saya dan suami ketika berkunjung ke Museum Geologi, Bandung

Yohanes 8:36“Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.”

 

Leave a comment